Rabu, 20 Mei 2009

Sekelumit untaian pemikiran yang belum terurai (on progress)

Begitu maraknya keaneka ragaman bentuk perbedaan hadir di dunia fana ini. Tak dipungkiri adanya sekelompok kecil manusia berupaya teguh mencari jati diri kemanusiaan dengan mencoba memahami awal mula kehidupan walau dengan keterbatasan jangkauan akal yang dimilikinya. Lalu , Bagaimanakah awal muasal kehidupan ? Berbagai macam teori telah mengemuka – baik itu berlandaskan ilmu pengetahuan maupun dari sudut pandang keagamaan.

Apakah keagungan komplekstitas kehidupan ini terjadi dengan begitu saja tanpa didasari oleh tindakan sadar dari suatu sumber agung yang Maha Besar ? Sebuah pandangan telah lahir lalu hidup dengan memberikan argumentasi bahwa ihwal awal kehidupan terjadi melalui suatu proses interaksi antar zat yang kemudian akan menghasilkan suatu zat baru yang lebih tinggi untuk berkembang (berevolusi). Niscaya pendapat ini mengesampingkan eksis nya sang Arsitek Agung dengan segala Kuasa yang dimiliki Nya – yang dalam satu istilah tertentu lebih dikenal dengan sebutan ‘Tuhan’ – Allah – Dzat Ilahiah.

Tengok kemudian renungkanlah betapa luas alam semesta berikut galaksi serta bentangan Andromeda tercipta. Yang sangat mencengangkan sekaligus mengesankan bahwasanya seluruh kejadian tersebut berjalan mengikuti sebuah aturan tak kasat mata namun dapat dipahami bagi makhluk yang mau berfikir !

Bumi yang ditinggali – terkait dengan segala macam intrik serta polemic kehidupan di dalamnya hanyalah sebahagian kecil dari segenap lingkup kungkungan keagungan semesta. Di tanah ini manusia kerap bergumul antar sesamanya sekedar untuk terlena demi tujuan singkat menumpuk-numpuk harta , meraih kekuasaan dicandui silaunya kehormatan yang suatu saat pasti lah akan memudar !

Keabadian semu menjadi perangkap maut kehidupan ! Berjuta-juta manusia hanyut tak terselamatkan terbawa dahsyatnya arus yang memabukkan ini. Singkronisasi Hati dan akal adalah sebuah kemewahan ekslusif yang hanya mampu dimiliki segelintir makhluk tercerahkan. Sayangnya , peran yang mereka lakoni bagaikan buih –buih tak berdaya ketika bersinggungan menandingi kezaliman zaman ! Betapa menakutkannya keangkuhan dan kepicikan hati manusia ! Jiwa-jiwa kerdil beranak-pinak membabi buta menggelincirkan manis dan indahnya kehidupan yang hakiki. Kinilah masa dimana ambiguitas cenderung memerangi kesadaran murni manusiawi !

(1)
 
Who links to me?